Model-Model Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Di bawah ini kami sajikan klarifikasi model-model pertumbuhan ekonomi wilayah. Secara garis besar ada 5 (lima) model yang berkaitan. Kelima model tersebut diuraikan sebagai diberikut:
1. Model Basis Ekspor
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956 yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada suatu tempat ditentukan oleh laba kompetitif (Competitive advantage) yang dimiliki oleh tempat atau wilayah yang bersangkutan. Bila tempat yang bersangkutan sanggup mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang memiliki laba kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan tempat yang bersangkutan akan sanggup ditingkatkan, hal ini terjadi alasannya yaitu peningkatan ekspor sanggup memdiberikan jawaban berganda (multiplier Effect) pada tempat yang bersangkutan (Sjafrizal 2008), pada model ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu tempat bekerjasama eksklusif dengan ajakan akan barang dan jasa dari luar tempat yang bersangkutan, pertumbuhan industri-industri yang memakai sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan materi baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan menghasilkan kekayaan tempat dan penciptaan peluang kerja gres (Arsyad 2010)
Sebagaimana dikemukakan oleh Jhon Blaier (1991) dalam Sjafrizal 2008 model basis ekspor ini diformulasikan dengan memakai apa yang disebut sebagai formula income model, PDRB suatu tempat sanggup diungkapkan sebagai diberikut :
Y = C + MI – MO
Dimana Y yaitu Pendapatan Regional (PDRB), C yaitu konsumsi, MI mengatakan uang masuk alasannya yaitu adanya ekspor dan MO yaitu arus uang keluar alasannya yaitu adanya impor. Model formula ekspor sanggup pula diformulasikan dengan model basis ekonomi, dalam hal ini perekonomian suatu tempat (Y) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu sektor basis ( B) dan sektor non basis (S). Sektor basis yaitu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian tempat alasannya yaitu memiliki laba kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi, sedangkan sektor non basis yaitu sektor yang kurang potensial untuk dikembangkan akan tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis.
2. Model Interregional Income
Perluasan dari model ekonomi basis sanggup dilakukan dengan memasukkan unsur korelasi ekonomi antar wilayah yang di kenal dengan interregional Income yang pertama kali diperkenalkan oleh Harry W Richardson (1991) dalam model ini ekspor diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam sistem (Endegeneous variable) yang ditentukkan oleh perkembangan acara perdagangan antar wilayah yang terdiri atas barang konsumsi dan barang modal.
Sehingga modelnya menyerupai teori ekonomi Keynes yang dirumuskan sebagai
diberikut :
Yi = Ci + Ii + Gi + ( Xi-M)
3. Model Neo Klasik
Menurut model pertumbuhan ekonomi wilayah menurut model neo klasik, pertumbuhan ekonomi suatu tempat akan sangat ditentukan oleh kemampuan tempat tersebut untuk meningkatkan acara produksinya, sedangkan acara produksi pada suatu tempat tidak hanya ditentukan oleh potensi tempat yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar tempat (Sjafrizal 2008:95),
karena kunci utama pertumbuhan ekonomi tempat yaitu peningkatan acara produksi maka pada model neo klasik ini fungsi produksi di formulasikan sebagai bentuk Cobb-Douglass yaitu :
Y = AKαL β, α + β = 1
Dimana Y melambangkan PDRB, K dan L masing masing yaitu modal dan tenaga kerja. Penganut model neo klasik berasumsi bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja pada permulaan pembangunan yaitu kurang lancar, kesudahannya modal dan tenaga kerja pakar cendrung terkonsentrasi didaerah yang ludang keringh maju sehingga ketimpangan pembangunan regional cendrung melebar (Divergence), dengan semakin baiknya prasarana dan akomodasi komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan terus lancar dengan demikian, nantinya sesudah negara tersebut maju, maka ketimpangan pembangunan regional akan berkurang (Convergence), sesuai dengan hipotesa Neo-klasik maka sanggup ditarik kesimpulan bahwa kemajuan teknologi, peningkatan investasi dan peningkatan jumlah tenaga kerja suatu wilayah bekerjasama positif dengan pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan, dan pada permulaan proses pembangunan, ketimpangan regional cenderung meningkat, tetapi sesudah titik maksimum bila pembangunan terus dilanjutkan, maka ketimpangan tempat akan berkurang dengan sendirinya (Sjafizal 2008 )
4. Model Penyebab Komulatif
Gunnar Mydral dalam sebuah tulisanya, Economic theory and underdeveloped regions (1975), mengungkapkan sebuah konsep yang kemudian dikenal sebagai proses kausasi komulatif. Menurut Myrdal bahwa dalam proses pembangunan terdapat faktor-faktor yang akan memperburuk perbedaan tingkat pembangunan di bebagai daerah, kedaan tersebut muncul sebagai jawaban dari berlangsungnya kausasi kumulatif, sehingga pembangunan di tempat daerah yang ludang keringh maju akan menimbulkan suatu keadaan yang akan menjadikan halangan yang ludang keringh besar pada daerah- tempat yang ludang keringh bodoh untuk sanggup maju dan berkembang. Suatu keadaan yang menghambat pembangunan ini digolongkan sebagai backwash effect. Disisi lain perkembangan di daerah-daerah yang ludang keringh maju ternyata juga sanggup menjadikan suatu keadaan yang akan mendorong perkembangan bagi daearah tempat yang ludang keringh miskin. Suatu keadaan yang akan sanggup mendorong pembangunan ekonomi di daerah-daerah yang ludang keringh miskin dinamakan spread Effect (Arsyad 2010)
Richadson (1991) mencoba memformulasikan argumentasi model penyebab komulatif ini secara sederhana dengan memakai persamaan linear, formulasi model dimulai dengan korelasi positif antara peningkatan produktivitas, r , dengan peningkatan produksi regional ( PDRB ), y , dengan formula sebagai diberikut :
r = α + βy, , α, β yaitu konstanta,
hipotesa yang sanggup ditarik dari model penyebab komulatif yaitu bahwa terdapat proses pertumbuhan yang berkumulatif sehingga pengurangan ketimpangan regional tidak sanggup diserahkan pada pasar, tetapi melalui kudang keringjakan pemerintah yang insentif yang melihat tendensi dari ketimpangan pembangunan antar daerah, kecendrungan ini selanjutnya akan dijadikan dasar untuk perumusan kudang keringjakan pembanguunan tempat serta penanggulangan ketimpangan regional, bila terjadi tendensi untuk divergence, maka kudang keringjakan untuk mendorong pemerataan pembangunan menjadi sangat penting, tapi bila tendensinya bersifat convergence, maka kudang keringjakan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi tempat akan ludang keringh penting.
5. Model daya Tarik
Teori daya tarik industri yaitu model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan, teori ekonomi yang mendasarinya yaitu bahwa suatu masyarakat sanggup memperbaiki posisi pasarnya terhadap para industrialis melalui pemdiberian subsidi dan insentif.
1. Model Basis Ekspor
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956 yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada suatu tempat ditentukan oleh laba kompetitif (Competitive advantage) yang dimiliki oleh tempat atau wilayah yang bersangkutan. Bila tempat yang bersangkutan sanggup mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang memiliki laba kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan tempat yang bersangkutan akan sanggup ditingkatkan, hal ini terjadi alasannya yaitu peningkatan ekspor sanggup memdiberikan jawaban berganda (multiplier Effect) pada tempat yang bersangkutan (Sjafrizal 2008), pada model ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu tempat bekerjasama eksklusif dengan ajakan akan barang dan jasa dari luar tempat yang bersangkutan, pertumbuhan industri-industri yang memakai sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan materi baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan menghasilkan kekayaan tempat dan penciptaan peluang kerja gres (Arsyad 2010)
Sebagaimana dikemukakan oleh Jhon Blaier (1991) dalam Sjafrizal 2008 model basis ekspor ini diformulasikan dengan memakai apa yang disebut sebagai formula income model, PDRB suatu tempat sanggup diungkapkan sebagai diberikut :
Y = C + MI – MO
Dimana Y yaitu Pendapatan Regional (PDRB), C yaitu konsumsi, MI mengatakan uang masuk alasannya yaitu adanya ekspor dan MO yaitu arus uang keluar alasannya yaitu adanya impor. Model formula ekspor sanggup pula diformulasikan dengan model basis ekonomi, dalam hal ini perekonomian suatu tempat (Y) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu sektor basis ( B) dan sektor non basis (S). Sektor basis yaitu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian tempat alasannya yaitu memiliki laba kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi, sedangkan sektor non basis yaitu sektor yang kurang potensial untuk dikembangkan akan tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis.
2. Model Interregional Income
Perluasan dari model ekonomi basis sanggup dilakukan dengan memasukkan unsur korelasi ekonomi antar wilayah yang di kenal dengan interregional Income yang pertama kali diperkenalkan oleh Harry W Richardson (1991) dalam model ini ekspor diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam sistem (Endegeneous variable) yang ditentukkan oleh perkembangan acara perdagangan antar wilayah yang terdiri atas barang konsumsi dan barang modal.
Sehingga modelnya menyerupai teori ekonomi Keynes yang dirumuskan sebagai
diberikut :
Yi = Ci + Ii + Gi + ( Xi-M)
3. Model Neo Klasik
Menurut model pertumbuhan ekonomi wilayah menurut model neo klasik, pertumbuhan ekonomi suatu tempat akan sangat ditentukan oleh kemampuan tempat tersebut untuk meningkatkan acara produksinya, sedangkan acara produksi pada suatu tempat tidak hanya ditentukan oleh potensi tempat yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar tempat (Sjafrizal 2008:95),
karena kunci utama pertumbuhan ekonomi tempat yaitu peningkatan acara produksi maka pada model neo klasik ini fungsi produksi di formulasikan sebagai bentuk Cobb-Douglass yaitu :
Y = AKαL β, α + β = 1
Dimana Y melambangkan PDRB, K dan L masing masing yaitu modal dan tenaga kerja. Penganut model neo klasik berasumsi bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja pada permulaan pembangunan yaitu kurang lancar, kesudahannya modal dan tenaga kerja pakar cendrung terkonsentrasi didaerah yang ludang keringh maju sehingga ketimpangan pembangunan regional cendrung melebar (Divergence), dengan semakin baiknya prasarana dan akomodasi komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan terus lancar dengan demikian, nantinya sesudah negara tersebut maju, maka ketimpangan pembangunan regional akan berkurang (Convergence), sesuai dengan hipotesa Neo-klasik maka sanggup ditarik kesimpulan bahwa kemajuan teknologi, peningkatan investasi dan peningkatan jumlah tenaga kerja suatu wilayah bekerjasama positif dengan pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan, dan pada permulaan proses pembangunan, ketimpangan regional cenderung meningkat, tetapi sesudah titik maksimum bila pembangunan terus dilanjutkan, maka ketimpangan tempat akan berkurang dengan sendirinya (Sjafizal 2008 )
4. Model Penyebab Komulatif
Gunnar Mydral dalam sebuah tulisanya, Economic theory and underdeveloped regions (1975), mengungkapkan sebuah konsep yang kemudian dikenal sebagai proses kausasi komulatif. Menurut Myrdal bahwa dalam proses pembangunan terdapat faktor-faktor yang akan memperburuk perbedaan tingkat pembangunan di bebagai daerah, kedaan tersebut muncul sebagai jawaban dari berlangsungnya kausasi kumulatif, sehingga pembangunan di tempat daerah yang ludang keringh maju akan menimbulkan suatu keadaan yang akan menjadikan halangan yang ludang keringh besar pada daerah- tempat yang ludang keringh bodoh untuk sanggup maju dan berkembang. Suatu keadaan yang menghambat pembangunan ini digolongkan sebagai backwash effect. Disisi lain perkembangan di daerah-daerah yang ludang keringh maju ternyata juga sanggup menjadikan suatu keadaan yang akan mendorong perkembangan bagi daearah tempat yang ludang keringh miskin. Suatu keadaan yang akan sanggup mendorong pembangunan ekonomi di daerah-daerah yang ludang keringh miskin dinamakan spread Effect (Arsyad 2010)
Richadson (1991) mencoba memformulasikan argumentasi model penyebab komulatif ini secara sederhana dengan memakai persamaan linear, formulasi model dimulai dengan korelasi positif antara peningkatan produktivitas, r , dengan peningkatan produksi regional ( PDRB ), y , dengan formula sebagai diberikut :
r = α + βy, , α, β yaitu konstanta,
hipotesa yang sanggup ditarik dari model penyebab komulatif yaitu bahwa terdapat proses pertumbuhan yang berkumulatif sehingga pengurangan ketimpangan regional tidak sanggup diserahkan pada pasar, tetapi melalui kudang keringjakan pemerintah yang insentif yang melihat tendensi dari ketimpangan pembangunan antar daerah, kecendrungan ini selanjutnya akan dijadikan dasar untuk perumusan kudang keringjakan pembanguunan tempat serta penanggulangan ketimpangan regional, bila terjadi tendensi untuk divergence, maka kudang keringjakan untuk mendorong pemerataan pembangunan menjadi sangat penting, tapi bila tendensinya bersifat convergence, maka kudang keringjakan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi tempat akan ludang keringh penting.
5. Model daya Tarik
Teori daya tarik industri yaitu model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan, teori ekonomi yang mendasarinya yaitu bahwa suatu masyarakat sanggup memperbaiki posisi pasarnya terhadap para industrialis melalui pemdiberian subsidi dan insentif.
Demikian klarifikasi lima model-model pertumbuhan ekonomi wilayah
Belum ada Komentar untuk "Model-Model Pertumbuhan Ekonomi Wilayah"
Posting Komentar